Reformasi Total: Polres Perjelas Klarifikasi Aturan Penggunaan Kekerasan Guna Jaminan HAM

Kepolisian Resor (Polres) di seluruh Indonesia kini memperketat aturan main terkait penggunaan kekuatan di lapangan. Klarifikasi ini merupakan bagian dari upaya Reformasi Total yang digulirkan institusi Polri, menekankan bahwa tindakan represif harus sejalan dengan prinsip dasar Hak Asasi Manusia (HAM).


Penegasan ini bertujuan utama untuk mengikis budaya kekerasan berlebihan yang kerap menjadi sorotan publik. Seluruh jajaran, dari tingkat bintara hingga perwira, diwajibkan memahami betul kapan dan bagaimana penggunaan kekerasan diperbolehkan—yaitu hanya sebagai upaya terakhir (ultimum remedium).


Landasan hukum yang diklarifikasi mengacu pada Peraturan Kapolri tentang standar HAM dan penggunaan kekuatan. Peraturan ini menuntut prinsip nesesitas (kebutuhan mutlak) dan proporsionalitas (sebanding dengan ancaman) dalam setiap tindakan pengamanan.


Langkah Reformasi Total ini juga mencakup pelatihan intensif yang didukung Komnas HAM. Tujuannya adalah memastikan bahwa petugas di lapangan mampu mengidentifikasi pelanggaran HAM sejak dini dan bertindak profesional, terutama dalam penanganan unjuk rasa.


Polres menegaskan bahwa penggunaan alat pengendali massa seperti gas air mata atau senjata tumpul harus mematuhi protokol ketat. Tujuannya bukan untuk menyiksa atau melukai, melainkan untuk menghentikan ancaman atau mengendalikan situasi anarki, sesuai batasan hukum.


Aspek kunci dari Reformasi Total adalah mekanisme akuntabilitas. Setiap insiden penggunaan kekerasan harus didokumentasikan secara rinci dan dapat dipertanggungjawabkan. Jika terbukti terjadi pelanggaran, sanksi etik hingga pidana akan diterapkan tanpa pandang bulu.


Langkah transparansi ini merupakan jaminan kepada masyarakat bahwa Polri serius dalam mewujudkan polisi sipil yang humanis. Polres kini didorong untuk membuka jalur pengaduan yang efektif, memungkinkan masyarakat mengawasi dan melaporkan penyalahgunaan wewenang.


Secara keseluruhan, klarifikasi aturan penggunaan kekerasan ini adalah janji institusi untuk berbenah dan mengukuhkan perannya sebagai pelindung, bukan alat represi. Upaya ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik dan menegakkan prinsip supremasi hukum yang menjunjung tinggi HAM.